Selasa, 03 Januari 2017

SOSIOLOGI DAN POLITIK “INTEGRASI POLITIK”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Integrasi Politik menunjukkan pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’ penyatuan politik ditingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang terpisah. Integrasi Politik merupakan penyatuan kelompok yang berbeda, masyarakat maupun wilayah, kedalam suatu organisasi politik yang bisa bekerja atau bertahan hidup.
Dalam proses Integrasi geo politik di Indonesia mulai menonjol pada awal abad 16 dan dalam proses integrasi bangsa Indonesia tersebut banyak faktor yang berperan antara lain pelayaran dan perdagangan antar pulau serta adanya bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan.
Merujuk pada tulisan Ramlan Subakti, integrasi politik dibagi dalam lima jenis yaitu : (1) integrasi bangsa; (2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5) perilaku yang integratif.
    1.2        Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu integrasi politik ?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis integrasi politik ?
1.2.3 Bagaimanakah proses integrasi politik di Indonesia ?
1.3   Tujuan
Agar Mahasiswa dapat memahami integrasi politik, jenis- jenis integrasi politik dan mengetahui proses integrasi politik di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Integrasi Politik
            Setiap negara menghadapi masalah penciptaan identitas bersama untuk membentuk suatu bangsa. Identitas bersama ini biasanya dirumuskan dalam sistem nilai yang dianut dan dihayati oleh suatu masyarakat. Terbentuknya suatu sistem nilai bagi suatu bangsa inilah yang merupakan mendasari bagi terbentuknya komunitas politik. Syarat berdirinya suatu negara baik secara de facto maupun secara de jure dimana adanya wilayah yang didiami oleh warga negara, sistem pemerintahan, rakyat, pengakuan dari negara lain belum cukup untuk membentuk suatu negara. Faktor sosiologis yang menjadi faktor penunjang lainnya harud terpenuhi. Faktor tersebut adalah adanya sistem nilai yang memiliki kekuatan menggerakkan warga negara ke arah mana tujuan negara hendak dicapai.
            Integrasi Politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’ penyatuan politik di tingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang terpisah. Menurut pandangan Nazaruddin Sjamsuddin (1989) tentang integrasi politik menekankan pada aspek integrasi sebagai proses. Integrasi politik mengandung bobot politik karenanya prosesnya bersifat politik pula. Ronald L. Watts : “integrasi politik adalah penyatuan kelompok yang berbeda, masyarakat maupun wilayah, kedalaman suatu organisasi politik yang bisa bekerja ataupun bertahan hidup”. “Proses integrasi politik di Indonesia menurut A. Sartono Kartodirjo dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu : pertama, integrasi geopolitik yang dimulai sejak jaman prasejarah sampai awal abad 20; dan kedua, proses integrasi politik kaum elite sejak awal abad 20 sampai jaman Hindia Belanda berakhir”. Dalam proses integrasi geopolitik di Indonesia mulai menonjol pada awal abad 16 dan dalam proses integrasi bangsa Indonesia tersebut banyak faktor yang berperan antara lain pelayaran dan perdagangan antar pulau serta adanya bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan. Para pedagang-pedagang Islam menjadi motor penggerak terjadinya proses integrasi, hal ini karena dalam ajaran Islam tidak membedakan manusia baik berdasarkan kasta, agama, suku/etnis atau golongan.
Merujuk pada tulisan Ramlan Surbakti, integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yaitu : (1) integrasi bangsa; (2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5) perilaku yang integratif. Penyatuan dari lima jenis integrasi tersebut dalam suatu sistem politik dapat ditempuh melalui sebuah proses yang disebut pembangunan politik.
1)      Integrasi Bangsa
Integrasi Bangsa merupakan proses penyatuan berbagai kelompok sosio budaya kedalam suatu kesatuan wilayah kedalam suatu indentitas nasional. Integrasi bangsa perlu dibangun dalam sebuah sistem politik jika dalam suatu negara terbentuk atas dasar struktur masyarakat yang majemuk. Berbagai suku, ras, penganut agama, pengguna bahasa, penganut adat, penghayat nilai, dan ideologi yang berbeda-beda tersebut perlu disatukan dalam sebuah sistem politik yang integratif. Berbagai elemen atau komponen bangsa yang berbeda-beda tersebut disatukan dalam satu kesatuan yang utuh, sehingga perbedaan nilai-nilai kultural masing-masing komponen pembentuk bangsa dalam bentuk hubungan yang saling berhubungan dan dalam keadaan yang saling tergantung antara satu sama lain. Melalui proses dan upaya penggabungan ini, maka paksi-paksi kecil dalam bentuk elemen bangsa akan membentuk sebuah tatanan yang lebih besar yang disebut sebagai bangsa.
Cliford Geertz mengemukakan bahwa pada dasarnya ada lima pola nyata keragaman primordial dalam masyarakat majemuk, yaitu : (1) pola kelompok dominan dengan minoritas; (2) pola kelompok sentral dengan beberapa kelompok menengah yang agak menentang; (3) pola tidak ada kelompok yang dominan; (4) pola kelompok budaya yang seimbang; (5) pola berdasarkan pembagian etnik yang terdiri atas banyak kelompok kecil. Berdasarkan lima pola tersebut, maka Ramlan Surbakti merujuk pendapat Weiner mengajukan garis besar kebijakan yang bisa ditempuh oleh pemerintah dalam mengintegrasikan bangsa. Kebijakan tersebut diantaranya :
1.      Penghapusan sifat kultural utama dari kelompok-kelompok minoritas dan mengembangkan semacam “kebudayaan nasional”, biasanya kebudayaan kelompok budaya yang dominan. Kebijakan seperti ini biasanya disebut asimilasi.
2.      Pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok budaya yang kecil-kecil. Kebijakan seperti ini disebut kebijakan unity of diversity atau kesatuan dalam perbedaan, yang sevara politis ditandai dengan penjumlahan etnik.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang jika mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh Geertz tergolong dalam kelompok sentral dengan beberapa kelompok menengah yang agak menentang, yaitu Jawa dan Luar Jawa. Akan tetapi, pada kenyataannya justru bahasa nasional yang diambil tidak dari bahasa Jawa, justru diambil dari bahasa budaya kelompok minorita, yaitu bahasa Melayu, walaupun pada akhirnya bahasa tersebut dalam perkembangannya diperkaya dengan kosa-kata dari bahasa Jawa, bahasa dari daerah lain, dan bahasa asing, sedangkan dalam menangani masalah integrasi bangsa. Perbedaan antara unsur-unsur budaya tersebut terangkum dalam prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Akan tetapi, asumsi ini juga tidak benar seluruhnya, sebab dalam kenyataannya kebudayaan nasional Indonesia lebih banyak didominasi kebudayaan Jawa. Hal ini dapat dilihat dari simbol-simbol, lambang negara, dan kebiasaan politik di tingkat nasional yang acap kali menggunakan simbol-simbol Jawa.\
2)        Integrasi Wilayah
Integrasi Wilayah adalah pembentukan kewenangan nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih kecil yang mungkin berdasarkan kelompok sosial budaya tertentu. Yang dikemukakan oleh Organsky bahwa salah satu problema yang dihadapi oleh pemerintah dalam negara-negara baru terbentuk adalah pembentukan pemerintah pusat yang menguasai seluruh wilayah dan penduduk yang ada dalam batas wilayah tersebut.
Pengertian Negara (state) ditujukan pada adanya pusat kekuasaan yang menguasai wilayah-wilayah yang menjadi batas wilayahnya, pengertian Bangsa (nation) lebih menunjukkan pada adanya kesamaan identitas pada penduduk atau warga yang mendiami wilayah negara tersebut dan adanya kesetiaan kepada negara. Pengertian ini mendasari asumsi bahwa integrasi wilayah suatu negara erat kaitannya dengan pembinaan negara (state building) dan integrasi bangsa berhubungan dengan pembinaan bangsa (nation building).
3)        Integrasi Nilai
Integrasi nilai dipahami sebagai persetujuan bersama mengenai tujuan dan prinsip dasar politik, prosedur-prosedur pemecahan masalah bersama, dan penyelesaian konflik yang timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Integrasi nilai akan menciptakan suatu sistem nilai tertentu yang akan menjadi tujuan bersama masyarakat dan akan menjadi prosedur penyelesaian konflik yang timbul diantara warga masyarakat atau warga negara. Maka kedua dasar ideologi dan konstitusional tersebut dijadikan pijakan dalam setiap menentukan arah tujuan negara atau dasar negara, sehingga melalui rumusan tersebut negara diselenggarakan. Sistem nilai yang dirumuskan didalam Pancasila dan UUD 1945 tersebut menjadi tujuan berbangsa dan bernegara dan menjadi pemersatu bangsa.
4)        Integrasi Elite
Integrasi elite dengan khalayak adalah upaya untuk menghubungkan antara kaum elite yang memerintah dengan khalayak atau rakyat yang diperintah. Kekuasaan dipahami sebagai hubungan sosial dimasa seseorang atau sekelompok memiliki kemampuan memengaruhi pihak lain terlepas dalam bentuk apa pengaruh itu, tetapi pihak yang dipengaruhi merupakan kelompok yang secara riil menjadi pihak penurut atas kehendak pihak yang memengaruhi.
Kewenangan merupakan bentuk pengaruh dari penguasa kepada pihak yang dikuasai, tetapi bentuk pengaruh tersebut memiliki dasar persetujuan bersama. Antara kekuasaan dan kewenangan adalah sama-sama dalam bentuk adanya pihak yang memerintah dan yang diperintah, akan tetapi perbedaannya terletak pada sifat memerintah dari pihak penguasa tersebut diakui kepemerintahannya oleh pihak yang diperintah atau tidak. Didalam struktur pemerintahan negara yang merdeka dianggap sebagai sistem pemerintahan yang lebih absah karena dasar kepemerintahan yang ada adalah adanya kesepakatan nilai-nilai antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah.
5)        Perilaku Integratif
            Perilaku Integratif adalah kesediaan warga masyarakat untuk bekerjasama dalam suatu organisasi (pemerintah) dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi tersebut. Perilaku integratif dipahami sebagai kesesuaian antara perilaku pihak yang memerintah dengan yang diperintah dalam mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Dalam menghadapi berbagai tantangan, suatu bangsa harus mengintegrasikan sikap dan perilaku antara pemerintah selaku pembuat kebijakan dan rakyat yang akan menerima kebijakan tersebut. Perlu sekali dalam program dan pelaksanaan pembangunan, perlu diintegrasikan antara sikap dan perilaku rakyat dengan sikap dan perilaku para pemimpinnya, sehingga interaksi yang terjadi didalam sistem politik tersebut berada dalam posisi konsensus.



BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
            Jadi, didalam pembahasan mengenai Integrasi Politik dapat kami simpulkan bahwa : Integrasi Politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’ penyatuan politik di tingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang terpisah. Menurut pandangan Nazaruddin Sjamsuddin (1989) tentang integrasi politik menekankan pada aspek integrasi sebagai proses.
Dapat dijelaskan juga bahwa Merujuk pada tulisan Ramlan Surbakti, integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yaitu : (1) integrasi bangsa; (2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5) perilaku yang integratif.
Didalam integrasi politik harus ada pola-pola yang dapat menghubungkan antara pemerintah dengan rakyat yang diperintah yang disusun dan dilembagakan atas dasar sistem nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Yang dimaksud dengan integrasi politik suatu bangsa dalam hal ini adalah penyatuan masyarakat dalam sistem politik.



DAFTAR PUSTAKA
Kolip, Usman dan Elly M. Setiadi. 2013. Sosiologi dan Politik. Kencana Prenadamedia Group.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar